Pergelaran film Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga akan kembali menyapa pecinta sinema pada Sabtu, 10 November 2007, pukul 19.30 WIB. Acara bulanan bertajuk “Bamboe Shocking Film!” (BSF) ini hadir di Café Bamboe, Jl Jend Sudirman no 126 Purbalingga.
Dengan konsep tontonan café, BSF mengusung tujuh film dokumenter bertemakan global warming (pemanasan global) dari Purbalingga, Cilacap, dan Purwokerto. Seusai pemutaran, akan ada obrolan bersama para pembuat filmnya.
Dari Purbalingga menyandingkan tiga karya film; Dokar (sutradara Tia dan Fitri), Bumi Khayalan (Nanki Nirmanto), dan Prahara Air (Bowo Leksono). Dari Cilacap; Membakar Langit (Dewi Kusumawati), Ramalan Debu (Jihad Maulidi), dan Diujung Kehancuran (Insan Indah Pribadi). Sementara Purwokerto berjudul Wangi Panas Wangi (Aditya Megantara dan Chandra Iswinarno).
Pertimbangan mengusung tema pemanasan global menurut penanggung jawab Bamboe Shocking Film!, Trisnanto Budidoyo, karena tema ini mengangkat isu lingkungan secara lebih luas. “Masih banyak masyarakat yang tidak tahu apa itu pemanasan global, apalagi memahami dan menyadarinya,” tuturnya.
Ketujuh karya sineas muda se-Banyumas itu telah diikutkan di Festival Film The Bodyshop, Dewan Kesenian Jakarta. Dan salah satu dari film bertajuk Diujung Kehancuran, masuk menjadi nominatornya.
Empat karya siswi praktek multimedia
Sebelum pemutaran film pemanasan global, akan diputar empat karya video dari para siswi SMK N 1 Cilacap yang sedang praktek kerja industri (Prakerind) dalam bidang multimedia di studio Glovision Production Purbalingga.
Selama dua bulan praktek, keempat siswi masing-masing menghasilkan karya dengan genre berbeda. Amrih Wijiyati dengan karya dokumenter berjudul “Kuda Besi”, film ini bercerita tentang sejarah singkat kereta api. Diah Anggraeni dengan iklan layanan masyarakat, Tuti Paryati dengan video musik, dan Ade Silviana dengan karya fiksi berjudul “Kisinan”.
Salah satu pentolan Glovision Production, Agus Sudiono, mengungkapkan bahwa pihaknya mengawal proses kreatif para siswi dengan sekuat tenaga. “Dalam perjalanannya, anak-anak mendapatkan pendampingan dari orang-orang yang berkompeten di bidangnya,” ungkapnya.
Tampaknya, banyak pengalaman lapangan yang didapat para siswi yang jelas jauh berbeda dengan teori yang diperoleh di bangku sekolah. “Kami tak akan melupakan pengalaman ini. Sangat menarik dan akan kami teruskan,” ujar Diah dengan bangga. Bolex
Dengan konsep tontonan café, BSF mengusung tujuh film dokumenter bertemakan global warming (pemanasan global) dari Purbalingga, Cilacap, dan Purwokerto. Seusai pemutaran, akan ada obrolan bersama para pembuat filmnya.
Dari Purbalingga menyandingkan tiga karya film; Dokar (sutradara Tia dan Fitri), Bumi Khayalan (Nanki Nirmanto), dan Prahara Air (Bowo Leksono). Dari Cilacap; Membakar Langit (Dewi Kusumawati), Ramalan Debu (Jihad Maulidi), dan Diujung Kehancuran (Insan Indah Pribadi). Sementara Purwokerto berjudul Wangi Panas Wangi (Aditya Megantara dan Chandra Iswinarno).
Pertimbangan mengusung tema pemanasan global menurut penanggung jawab Bamboe Shocking Film!, Trisnanto Budidoyo, karena tema ini mengangkat isu lingkungan secara lebih luas. “Masih banyak masyarakat yang tidak tahu apa itu pemanasan global, apalagi memahami dan menyadarinya,” tuturnya.
Ketujuh karya sineas muda se-Banyumas itu telah diikutkan di Festival Film The Bodyshop, Dewan Kesenian Jakarta. Dan salah satu dari film bertajuk Diujung Kehancuran, masuk menjadi nominatornya.
Empat karya siswi praktek multimedia
Sebelum pemutaran film pemanasan global, akan diputar empat karya video dari para siswi SMK N 1 Cilacap yang sedang praktek kerja industri (Prakerind) dalam bidang multimedia di studio Glovision Production Purbalingga.
Selama dua bulan praktek, keempat siswi masing-masing menghasilkan karya dengan genre berbeda. Amrih Wijiyati dengan karya dokumenter berjudul “Kuda Besi”, film ini bercerita tentang sejarah singkat kereta api. Diah Anggraeni dengan iklan layanan masyarakat, Tuti Paryati dengan video musik, dan Ade Silviana dengan karya fiksi berjudul “Kisinan”.
Salah satu pentolan Glovision Production, Agus Sudiono, mengungkapkan bahwa pihaknya mengawal proses kreatif para siswi dengan sekuat tenaga. “Dalam perjalanannya, anak-anak mendapatkan pendampingan dari orang-orang yang berkompeten di bidangnya,” ungkapnya.
Tampaknya, banyak pengalaman lapangan yang didapat para siswi yang jelas jauh berbeda dengan teori yang diperoleh di bangku sekolah. “Kami tak akan melupakan pengalaman ini. Sangat menarik dan akan kami teruskan,” ujar Diah dengan bangga. Bolex
Judul: Global Warming di Bamboe Shocking Film!
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Writen ByUnknown
Thaks For Visiting My Blogs
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Writen ByUnknown
Thaks For Visiting My Blogs
0 comments "Global Warming di Bamboe Shocking Film!", Baca atau Masukkan Komentar
Post a Comment